Kisah Dibalik Gunung Malokok Bawean
KISAH
DIBALIK GUNUNG MALOKOK BAWEAN
Pulau Bawean punya gunung yang besar-kecil
yang banyaknya sama dengan asmaul husna. Yakini sejumlah 99 gunung tersebar diseluruh
kawasan Pulau Bawean. Salah satunya bernama Gunung Malokok. Gunung Malokok yang
tingginya sekitar 200 meter diatas permukaan laut ini terletak di sebelah utara
Dusun Dayabata, Sawahmulya, Kecamatan Sangkapura. Lalu, mengapa diberi mama
Gunung Malokok? Assal muassal peristiwanya sebagai berikut.
Arkisah, setelah berakhirnya Dinasti Ratu
Jin. Pulau Bawean diperintah oleh Raja Raksasa. Pusat pemerintahannya
berkedudukan di utara kota Sangkapura, yang kink bernama Desa Gunung Teguh.
Raja Raksasa itu bernama Dewana Teguh Saktguna. Beliau emang Sakti mempunyai
ilmu mandraguna.
Akan tetapi Raja itu tidak disenangi oleh
rakyatnya karna tidak memperhatikan basin rakyat Dan selalu bertindak sewenang-wenang
terhadap pegawai istana kerajaan. Sang Raja Raksasa hanya memikirkan tugas Dan
melaksanakan tugas-tugas kerajaan demi kepentingan pribadimu dan keluarga Raja
saja. Beliau juga dikenal sombong sekali.
Raja Dewanateguh semakin sombong ketika
puterinya menginjak remain. Dialah puteri kebanggaannya. Namanya Dwi Sriayu Fatinah.
Biasa dipanggil Dewi Ayu. Mama itu sesuaibenar dengan rau tubuh sang
pemiliknya. Apalagi tatakala ia menginjak tahun ke-17. Dw Ayu sungguh-sungguh ayu.
Katanya bersinar menyejukkan kalbu. Kulitnya, tubuhnya, peragaa tubuhnya
merayu-rayu. Menggoyahkan iman bagi insan yang memandangnya. Kala berkumpul dengan
gadis-gadis sebaya, Dwi ayu merupakan bunga indah di tengah bunga yang indah. Maka
tak heran jika parade kumbang mudah silih berganti mendekati, merayu atau melamarnya.
Suatu Malam nunggu bertandanlah seorang
pria dari timur kota Sangkapur untuk berkenalan dengan Dwi Ayu. Pemuda itu
cukup berwibaw di daerahnya, berpengetahuan luas, dan penampilannya meyakinkan.
Dia memeberanikan diri berkenalan dengan Dwi Ayu dengan perhitungan bahwa
puteri Raja itu selalu berkurung diistana sehingga tidak banyak mengetahui dunia
luar dan aneka macam tampang pemuda Bawean.
Dan ternyata gayungpun berasambut. Perkenalan
mereka berlangsung dengan baik. Sehingga maulah pemuda tersebut untuk
mengapelinya pada kesempatan berikutnya. Bukan hanya itu pemuda tersebut berhasrat
untuk melamarnya.
Pada saat-saat penantian, sang pemuda selalu
berdoa dalam hatinya semoga tidak seorang pun pemuda Bawean selain dirinya
mengetahui bahwa anak Raja tersebut cantik, mania, Dan "raddhin". Iya
selalu berharap mudah-mudahan tidak ada pemuda yang berkenalan dengarnya,
sehingga lamarannya mudah diterima.
Setelah waktu yang telah dianggap baik Dan
menguntungkan tuba, juga telah meminta petunjuk pada Dewa Matahari. Pergila
pemuda itu ke Istana peristirahatan Dwi Ayu, Tanpa membuang-buang waktu. Ia memang
punya prinsip "siapa yang cepat dialah yang dapat". Tentu sebelumnya,
telah dipersiapkan segalanya. Mulai dari ujung kaki sampai pada ujung rambut yang
paling atas dirapikannya dengan teliti. Gays bicay dan perkataan-perkataan yang
akan dilontarkan juga sudah disusu dan disiapkannya. Berkali-kali ia bercermin dan
mencoba kalimat-kalimat yang dianggap ampuh untuk merayu Dwi Ayu.
Setelah duduk berhadapan, berlangsunglah
percakapan di antara kedua remain tersebut. Dari soal berburu, tani,
acara-acara di bulan purnama sampai kepada soal muda-mudi. Dialog mereka tampak
mesra. Apalagi baru sekerang inilah sang puteri bercakap-cakap panjang lebar
dengan seorang pemuda.
Namun tatkala pemuda itu mengatakan
maksudnya, yakni ingin memperistri sang pemudi, Maka Tanpa disangka sangka Dwi
Ayu menolak keinginan pemuda tersebut. Tanpa bermaksud menyakiti hati sang
pemuda. Disamping usia gadis tersebut merasa masih muda, Dwi Ayu punya pikiran,
bahwa siapa tau ada pemuda lagi melamarnya yang lebih tampan
Ternyata pemikiran Dwi Ayu tidak keliru,
sesudah beberapa hari berikunya. Banyaklah prajaka lain yang ingin melamarnya dengan
menampilkan kelebihannya masing-masing. Juga dengan taktik yang beraneka macam.
Ada yang langsung melamar kepada orang tua nya, ada yang lewat pegawai istana, Dan
ada pula melalui keluarga yang dianggap berpengaruh. Juga tidak sedikit2 yang
langsung menemui Dewi Ayu tanpa melalu orang lain. Tentu semuanya itu telah
dipertimbangkan oleh yang bersangkutan.
Dewi ayu sangt seang dikunjungi parade
pelamar karna dengan begitu iya lebih banyak menerima percakapan mereka yang
intimate pembicaraannya tentu berlainan. Dan juga bisa memilih pemuda mana yang
akan dijadikan suaminya. Sehingga setiap ada lamaran setiap itu pula Dewi Ayu
menolaknya. Sebab setiap itu pula ia berfikir: mungkin masih banyak pemuda yang
lebih tampa dan lebih cocok menjadi permaisurinya. Dwi Ayu kini semakin jual
mahal, ia ingin berpendapat bahwa hanya dialah gadis tercantik di Bawean dan
dijagat ini. Ia bener-bener mencari pasangan yang ideal. Rupanya Dwi Ayu
mengikuti hukum ekonomi "semakin banyak permintaan, Maka harga semakin naik".
Ia terus mengadakan penyeleksian yang ketat.
Konon kabarnya, pada sebuah hari yang baik,
ada Lima pemuda yang melamar Dwi Ayu secara bersamaan. Untunglah pelayan istana
terampil dan gesit. Sehingga ke lima pemuda tersebut tidak bentrok. Namun
kelima pelamar tersebut sempat membingungkan keluarga istana sebab mereka sama
tampannya, sama bijaksananya, sama menyenangkannya. Mereka juga kelihatan sama
pandainya. Memang sulit memilih salad satu di antara pemuda tersebut karna
mereka juga sama-sama hartawan. Dwi Ayu dan Raja menolak kelima-limanya karna
masih mengaharapkan pemuda yang lain yang lebih segala-galanya dari kelima prajaka
tersebut.
Raja Dewanateguh Saktiguna akhirnya bingung
sendiri karena lamaran yang datang tidak putus-putus. Banyak sudah pemuda yang
telah menghadapnya. Pembesar-pembesar kerajaan juga sering datang untuk melamar
puteranya kepada Dwi Ayu. Namun Dwi Ayu
selalu tidak menerimanya.
Suatu ketika dayang-dayang Dwi Ayu bertabik-sembah
untuk melapor kepada Raja bahwa persediaan Bahkan bubur hamper habis. Bahkan
bubur tersebut terjadi dari pecahan-pecahan beras yang ditumbuk, yakni menir.
Orang Bawean menyebut "Malokok". Bubur yang tebuat dari menir ini
merupakan makanan selingan kesukaan Dwi Ayu. Padahal untuk mendapatkan menir
itu sangat sulit. Karena waktu itu di Bawean belum ada padi. Jadi bears harus
dipasok dari Pulau Jawa, sehingga menirpun sulit diapat di Bawean.
Atas laporan dayang-dayang istana itu Raja Dewanateguh
punya dua problem. Pertama ia semakin bingung untuk memilih menantu, yang kedua
sebentar lagi puterinya sudah tidak lagi menikmati bubur kesukaannya yang
terbuat dari menir itu. Padahal berkat "Malokok" inilah tubuh Dwi Ayu
menjadi ayu, segar dan berseri-seri.
Untuk mengatasi dua permasalahan tersebut, Raja
akhirnya mengadakan sayembara berhadiah yang isinya: "BARANG SIAPA BISA
MEMBAWA DAN MENEDIAKAN MENIR ATAU MALOKOK, KALAU LAKI-LAKI AKAN DIJADIKN
MENANTU RAJA DAN KEDUA KALAU DIA PEREMPUAN AKAN DIJADIKAN ISTRI RAJA KEDUA".
Mulai pegawai kerajaan sayembara tersebut disebar sampai pada pelosok Pulau Bawean.
Pengumuman sayembara tersebut disambut baik Dan gembira oleh kawula muda serta
kawula tua.
Telah berhari-hari dan berminggu-minggu
sayembara tersebut diumumkan. Dan telah banyak orang mendengar dan
mengikutinya. Baik dari perkotaan, pantai, atau dari lereng-lereng gunung.
Namun semua pemuda, pemudi, orang tua dan dewasa tak ada yang berhasil
menemukan dan membawa "Malokok" itu karna saat itu di Bawean belum
ada tanaman padi begitu juga menirnya.
Alkisah, tersebutlah pemuda Tampa yang
menguasai jurus-jurus silat yang mematikan juga mempunyai ilmu batin yang luar
biasa ampuhnya. Tapi pemuda itu selalu merendah dan tidak mau menampakkan
ketampanannya. Sehingga ia terkenal sangat lugu dan jelek rupanya. Dia bernama
Cokro, berasal dari sebuah desa sebelah barat Kota Sangkapura yang kini bernama
Desa Sungai Teluk.
Suatu saat, pemuda Cokro yang jelek itu
mendengar pengumuman yang dikeluarkan oleh Raja sehingga ia berhasrat untuk
mengikuti sayembara itu. Maka hanya dalam waktu semalamtelah terkumpullah setumpuk
"Malokok" sebagaimana yang diinginkan sayembara itu. Dan pagi harinya,
ketika sang surya telah menampakkan sinarnya pergilah Cokro ke istana Raja di
Bumi Gunung Teguh dengan memikul dua karung menir yang telah diusahakannya itu.
Diistana kerajaan Cokro disambut dan
dilayani oleh pegawai kerajaan, Raja juga sudah dihubungi. Dan tatkala Raja
Dewanateguh telah mengetahui bahwa telah ada seseorang yang berhasil
menyediakan malukut (menir), Raja menjadi girang karna sebentar lagi puterinya
akan mrnikmati bubur kesukaannya dan kemontokan tubuh Dwi Ayu akan dapat
dipertahankan.
Namun ketika memperhatikan wajah jelek
pemuda itu, Raja menjadi kecut hatinya, Dwi ayu lari ke kamarnya karna jijik
pada pemuda itu. Raja dan Dwi Ayu hanya menginginkan "Malokok"nya
tapi tidak mau menjadi kan Cokro sebagai anggota keluarganya.
Raja berpikir sesaat. Dan akhirnya tanpa
diduga sebelumnya, tiba-tiba Raja menyuruh Cokro pemuda jelek itu untuk pergi
dari istana karna Dwi Ayu tidak mau menikah dengan Cokro. Cokro diusir tapi
menirnya disuruh tinggakan di istana kerajaan. Raja Dewanateguh telah melanggar
janjinya sendiri. Janji sayembara yang telah tersebar itu
Cokro akan meninggalkan istana dengan syarat
"Malokok" nya ingin dibawa pulang. Raja tidak merestuinya. Pegawai
juga mencegat Cokro. Namun Cokro bersikeras untuk membawa pulang dua karung
malukut itu. Menyaksikan pertengkaran tersebut, Raja menjadi marah, dan dengan
serta merit Raja mengambir busur panah serta memilih anak panah yang paling
runcing, lalu di luncurkan ke tubuh pemuda yang jelek itu. Anak panah meleset
secepat cahaya kilat. Namun apa kesal, orang yang tidak bersalah dan tidak
berdosa selalu dijauhi marabahaya. Sasaran anak panah tidak mengena pada tubuh Cokro.
Melainkan mngenai tali pengikat karung yang berisi Malokok itu. Pikulannya terpental
dan karung jatuh pecan, sehingga Malokok tumpah ke tanah. Cokro kepepet.
Dalam keadaan yang gawat tersebut, Cokro duduk
bersila mengheningkan cipta memanjat doa kepada parade Dewa. Sesaat kemudian
terjadilah keanehan yang mendadak. Wajah Cokro yang jelek berubah menjadi
ganteng dan perkasa. Malokok yang tumpah tersebut membesar sehingga dapat
memisahkan Cokro dan Raja berikut pendampingnya. Karna Malokok terus membesar, Maka
jadila sebuah gunung yang kini dikenal dengan nama Gunung Malokok. Sedangkan
pikulannya yang terpental itu memanjang ke tanah sebelah barat gunung itu dan
menancap sebuah lubang seperti selokan yang terbentang di antara Dusun Dayabata
dan Dusun Gunong-Gunong.
Dalam renungannya yang sekejap pemuda Cokro
beniat untuk membinasakan Raja Dewanateguh Saktiguna. Alasannya karena Raja bersikap
sombong kepadanya, sehingga Cokro bersikap lebih sombong lagi. Akhirnya dengan
kesaktiannya, Cokro terbang melewati gunung yang baru tejadi itu dan menyerang Raja
di istana kerajaan. Dengan memulai pertarungan yang sangat sengit, ternyata
Cokro dapat membunuh Raja termasuk juga para pengikutnya. Kecuali Dwi Ayu yang dibiarkan
hidup sendirian.
Tenth saja Dwi Ayu merasa sedih, malu, dan
takut. Sedih karna ditinggal selama-lamanya oleh sanak keluarganya. Malu karena
pemuda yang dianggapnya buruk rupa dan tak tau diri ternyata pemuda yang tampan
dan kesatria. Dia merasa takut karna dia berpikir jangan-jangan Cokro akan
membunuh dirinya juga. Sehingga Dwi Ayu tanpa berfikir lagi, lari terbirit-birit.
Walaupun jatuh bangun ia tetap lari semampunya. Cokro mengikuti dibelakannya
tampang dendam dan wajah merah pedam. Dwi Ayu terus berlari kemudian
bersembunyi diselokan bekas jatuhan pikulan tadi. Karena Dwi Ayu tau bahwa
Cokro terus mengikutinya. Ia terkencing-kencing disana. Banyak sekali
kencingnya sehingga mengalir menyusuri lubang itu dan bermuara ke sungai
sebelah timur Dayabata atau Kebundaya. Jadi pada mulanya sungai yang memanjang
dari Kebundaya, Kebunlaut dan Sawahlaut itu terjadi karena aliran kencing Dwi Sriayu
Fatinah yang sedan ketakutan itu.
Ternyata pada ketika itu, Cokro tidak berbuat
apa-apa hanya memperhatikan gerak gerik Dwi Ayu di persembunyiannya. Dwi Ayu
menangis sedih menyesali sikapnya yang sombong selama ini. Dan ia ingain mengubah
sikap tercela bekas didikan orang tua nya tersebut.
Ketika mentari hamper surup, Cokro tetap
memperhatikan penyesalan Dwi Ayu kemudian ia menyapa Dwi Ayu tanpa
memperdulikan jawaban dari Dwi Ayu. Cokro berlalu begitu saja. Dwi Ayu menjadi
heran akan sikap Cokro. Namun, ia terus menyesali dirinya dan bermalam-malam
bertobat disana.
Sementara itu Cokro bersemedi kembali dan memperhatikan
tingkah perbuatan Dwi Ayu lewat kesaktiannya. Ternyata ia telah berubah
sikapnya. Dulu ia "somse" sombong sekali. Kini "sopse"
sopan sekali. Akan tetapi Cokro belum yakin atas perubahan sikap tersebut. Ia ingin
menguji sikapnya itu.
Pada suatu pagi di bulan kesekian dari peristiwanya
terjadinya Gunung Malokok itu Cokro menjelma menjadi nenek yang tubuhnya penuh
dengan penyakit kulit. Nenek itu mendekat dan berbuat rewel kepada Dwi Ayu.
Mula-mula nenek itu mendekat meminta minum dan makan. Dwi Ayu melayaninya
dengan sabar. Nenek itu minta diantarkan
ke sebuah kolam, Dwi Ayupun mengantarkan tanpa merasa malas. Kemudian nenek itu
minta dipijat kakk dan betisnya dengan alasan kelelahan. Dwi Ayupun melayaninya
tanpa rasa jijik.
Oleh karena Cokro sudah yakin oleh sikapnya
Dwi Sriayu Fatinah yang sudah bertobat dan telah mau mengubah sikapnya maka
dalam hatinya Cokro telah memaafkan Dwi Ayu yang dulu pernah berbuat sombong
kepadanya.
Dengan tiba-tiba Cokro yang semula sebagai
nenek, kini ia menjelma kembali menjadi pemuda yang amat tampan. Dwi Ayu sangat
kaget karna yang dipijatnya kini bukanlah kali seorang nenek yang penuh kudis. Melainkan
betis berbulu dari seorang jejaka ganteng dan rupawan.
Dwi Ayu gugup tidak melanjutkan pijatnya.
Cokro pun bangun. Lama mereka tak berkata-kata dan tak bereaksi. Sama-sama kikuk
sama-sama membisu. Sama-sama timbul gelora asmara ditubuh mereka. Jantung Dwi
Ayu berdetak cepat tak teratur. Dag-dig-dug tampaknya. Mereka berpandangan.
Tapi tetap membisu tak kuasa apa yang harus diucapkan.
Kemudian Cokro membuka senyum. Dwi Ayupun
tersenyum. Senyumum berbalas senyum. Akhirnya mereka setuju untuk hidup dibawah
satu atap. Mereka telah berjanji untuk hidup sebagai masyarakat biasa. Tidak
hidup diistana mewah!
Sekian Kisah Dibalik Gunung Malokok Bawean yang bisa saya
bagi kepada teman-teman pembaca dan bias kepada pembaca untuk mengunjungi web
lain kami disini Membaca adalah senjata
peradaban
Salam Sejahtera Salam Niteluzz
Dikutip
dari cerita yang ditulis Bapak Zulfa Usman
0 Response to "Kisah Dibalik Gunung Malokok Bawean"
Post a Comment